Manuskrip "Wawacan Kéyan Santang" mengisahkan perjalanan spiritual dan heroik seorang putra Pajajaran. Cerita bermula ketika Gagak Lumayang, yang juga dikenal sebagai Kéyan Santang, berkelana hingga ke Mekah untuk mencari lawan yang sepadan. Pertemuannya dengan Bagenda Ali membawanya memeluk agama Islam dan menerima ajaran-ajarannya. Sekembalinya, ia mendapat tugas berat, yaitu mengislamkan Pajajaran. Namun, Prabu Siliwangi menolak ajaran baru tersebut dan memilih menjauhkan diri ke Sancang, tempat ia kemudian menjadi siluman. Kéyan Santang sendiri, setelah menjadi seorang Muslim, berganti nama menjadi Sunan Rahmat, atau yang dikenal juga sebagai Sunan Bidayah. Manuskrip ini merupakan bagian dari Koleksi C.M. Pleyte (Peti 121) dan kini tersimpan di Museum Negeri Jakarta. Naskah ini berukuran 20,5 x 16,4 cm dengan tebal 110 halaman, berisi 14 hingga 23 baris per halaman. Ditulis dalam aksara Latin dan berbahasa Sunda, naskah ini berbentuk puisi atau tembang.
Sumber: Ekadjati, Edi S. (1988). Naskah Sunda: Inventarisasi dan Pencatatan. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.