Kabar Naskah

Menampilkan informasi manuskrip di Jawa Barat.

Samaun

Wawacan Samaun: Kisah Heroik dari Ciwidey

Wawacan Samaun adalah sebuah naskah puisi wawacan berbahasa Sunda yang ditulis menggunakan aksara Pegon. Naskah ini terdiri dari 64 halaman dan terbagi menjadi 24 pupuh. Isi naskah tergolong ke dalam historiografi Islam, berfokus pada tokoh-tokoh seperti Ki Samaun, Gandasari, dan Gandawerdaya. Ki Samaun digambarkan sebagai tokoh penting yang membantu Gandasari dan Gandawerdaya meraih keberhasilan dan kemuliaan. Sayangnya, naskah ini tidak lengkap; bagian awal hilang dan bagian akhir terputus. Naskah ini disalin pada tahun 1916 di Ciwidey, Bandung, dan berasal dari Bapak Iri, seorang warga Kp. Tarajusari, Desa Bojongsereh, Kec. Ciwidey, Kab. Bandung. Saat ini, naskah tersebut disimpan di EFEO Bandung. Secara fisik, kertas naskah tampak kekuningan dan terdapat beberapa lubang atau robekan, serta penjilidan yang longgar. Ukuran halaman naskah adalah 16,5 x 21 cm, dengan ukuran tulisan 14,5 x 16 cm. Alas naskah merupakan buatan pabrik dalam negeri, menggunakan tinta hitam dengan tulisan yang umumnya masih kontras.

Sumber: Ekadjati, Edi S. dan Darsa, Undang A. (1999). Jawa Barat, Koléksi Lima Lembaga: Katalog Induk Naskah Nusantara Jilid 5A. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Manuskrip Lainnya


Mengungkap Mujarobat: Warisan Naskah Sunda Abad ke-19

Telusuri khazanah keislaman dalam naskah Mujarobat berbahasa Sunda, ditulis dalam aksara Pegon. Manuskrip abad ke-19 ini mengungkap campuran uraian keislaman, doa, hakekat shalat, dan ajaran tasawuf. Simak lebih lanjut mengenai isi dan rincian metadata naskah yang tersimpan di EFEO Bandung ini.

Suluk Cirebon: Untaian Mistik dari Arya Bratadiwijaya

Temukan kedalaman spiritualitas dalam Suluk Cirebon, sebuah manuskrip kuno yang berisi puisi dan kidung mistik. Naskah ini menyimpan 41 buah suluk yang kaya akan makna, beberapa di antaranya dikaitkan dengan Sultan Adiwijaya dari Cirebon dan penghulu Abdul Kahar. Sebuah warisan berharga yang menanti untuk diungkap.

Wawacan Mangkunagara: Kisah Cinta Terlarang di Tanah Jawa

Manuskrip Wawacan Mangkunagara mengisahkan cinta segitiga yang rumit di kalangan bangsawan Jawa. Radén Panji Krenengpati harus menghadiri pernikahan kekasihnya sendiri, memicu intrik dan huru-hara. Warisan budaya ini menawarkan jendela ke dalam adat, percintaan, dan konflik di masa lalu.

Menjelajahi Pustaka Dwipantara: Warisan Naskah Cirebon yang Memukau

Telusuri lembaran sejarah yang terukir dalam Pustaka Dwipantara, sebuah manuskrip kuno berbahasa Jawa Cirebon yang memuat kisah raja-raja Wilwatika hingga Kesultanan Demak. Naskah ini merupakan bagian ke-5 dari 10 seri Pustaka Dwipantara yang ditulis pada tahun 1675 di Cirebon. Mari kita ungkap lebih dalam pesona warisan budaya ini.

Wawacan Lokayanti: Kisah Raden Bagus Putra Amir Hamzah

Manuskrip Wawacan Lokayanti mengisahkan suka duka Raden Bagus, putra Amir Hamzah, yang difitnah dan dibuang. Ditulis dalam bentuk puisi wawacan berbahasa Sunda, naskah ini menyimpan nilai-nilai kehidupan dan keteguhan dalam menghadapi cobaan.

Kumpulan Doa: Tuntunan Hidup Islami Abad ke-19 dari Bandung

Temukan intisari ajaran Islam dalam manuskrip kuno 'Kumpulan Doa'. Naskah abad ke-19 ini, ditulis dalam aksara Pegon dengan bahasa Jawa dan Arab, memberikan tuntunan lengkap tentang Rukun Islam, Rukun Iman, doa-doa penting, hingga tata cara perawatan jenazah.

Ogin Amarsakti: Kisah Heroik dalam Wawacan Sunda

Manuskrip ini mengungkap lika-liku kehidupan Ogin, putra Nyi Lasmaya yang dibuang dan kemudian tumbuh menjadi pahlawan yang mempersatukan kerajaan. Temukan detail menarik tentang naskah ini, mulai dari kondisi fisik hingga kisah penyalinannya.

Mi'raj Nabi: Kisah Perjalanan Spiritual dalam Wawacan Sunda

Telusuri kisah perjalanan agung Nabi Muhammad SAW dalam manuskrip Mi'raj Nabi. Ditulis dalam bahasa Sunda dengan aksara Pegon, naskah ini menggambarkan perjalanan spiritual Nabi ke langit, didampingi Malaikat Jibril, untuk menerima perintah shalat lima waktu. Sebuah warisan budaya yang memadukan nilai-nilai Islam dengan kearifan lokal.