Kabar Naskah

Menampilkan informasi manuskrip di Jawa Barat.

Kanagan Sumpena

Kisah Pengembaraan Kanagan Sumpena: Wawacan Sunda Abad ke-20

Manuskrip ini berisi kisah Wawacan Sumpena yang menceritakan tentang dua tokoh kembar, Raden Kanagan dan Raden Sumpena, yang setelah kematian ayah mereka, harus menghadapi pengkhianatan dan hidup dalam pengembaraan. Selama pengembaraan, mereka memperoleh kesaktian dan azimat yang membantu mereka menegakkan keadilan dan meraih kesejahteraan. Naskah berbahasa Sunda dan beraksara Pegon ini berbentuk puisi wawacan, terdiri dari 540 halaman (?), dengan 90 halaman yang tertulis. Naskah ini disalin pada abad ke-20 di Pameungpeuk, Bandung, dan berasal dari Bapak Edem dari Kp. Babakan, Desa Mancamanyar, Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Bandung. Saat ini, naskah tersebut disimpan di EFEO Bandung. Secara fisik, kertas naskah tampak kecoklatan dan mulai lapuk, dengan penjilidan yang kendor. Tinta yang digunakan berwarna hitam dan terdapat penomoran halaman. Terdapat catatan mengenai pemilik naskah bernama Ibu Iwang, yang mungkin adalah penulis atau penyadur teks ini. Ukuran sampul dan halaman naskah adalah 34,5 x 23 cm, sedangkan ukuran tulisannya adalah 32,5 x 20 cm.

Sumber: Ekadjati, Edi S. dan Darsa, Undang A. (1999). Jawa Barat, Koléksi Lima Lembaga: Katalog Induk Naskah Nusantara Jilid 5A. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Manuskrip Lainnya


Menjelajahi Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara: Kisah Raja-Raja Nusantara dari Cirebon

Telusuri warisan sejarah Nusantara melalui manuskrip kuno Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara. Naskah ini, yang ditulis dalam bahasa Jawa Cirebon dengan aksara Cacarakan, mengungkap kisah raja-raja di berbagai kerajaan di wilayah Nusantara. Sebuah artefak berharga yang menyimpan pengetahuan mendalam tentang masa lalu.

Umarmaya: Kisah Pahlawan Islam dari Ayaban dalam Wawacan Sunda

Telusuri kisah Umarmaya, seorang pahlawan yang berperan penting dalam penyebaran Islam di negeri Ayaban. Naskah kuno ini, ditulis dalam bahasa Sunda dan aksara Pegon, menyimpan cerita kepahlawanan di bawah kepemimpinan Raja Amir Hamzah.

Warisan Bandung: Kitab Waruga Alam, Suluk Syahadat dalam Wawacan

Telusuri kearifan lokal Bandung melalui Kitab Waruga Alam, sebuah manuskrip puisi wawacan berbahasa Sunda beraksara Pegon. Naskah ini memuat cerita suluk yang menguraikan pemahaman agama Islam melalui simbol-simbol, berdasarkan penjabaran 'dua kalimat syahadat'. Mari selami isi naskah yang kaya akan nilai-nilai spiritual.

Primbon Cirebon: Warisan Keraton Kasepuhan yang Penuh Makna

Telusuri Primbon Cirebon, manuskrip kuno dari Keraton Kasepuhan yang mengungkap pertelaan zaman dan karakteristik waktu. Ditulis dalam bahasa Jawa Cirebon beraksara Latin, primbon ini menawarkan wawasan mendalam tentang budaya dan kepercayaan masyarakat Cirebon di masa lampau.

Jejak Peristiwa di Istana Faqih Najmuddin: Catatan Hakim Agung Banten Abad ke-18

Manuskrip ini mengungkap catatan detail peristiwa di istana Faqih Najmuddin, hakim agung Kesultanan Banten pada pertengahan abad ke-18. Dalam format buku catatan, naskah ini merekam berbagai kejadian penting dengan cermat. Mari selami lebih dalam isi dan detail menarik dari manuskrip ini.

Wawacan Gandasari-Gandawardaya: Kisah Heroik Putra Raja Dermis

Manuskrip Wawacan Gandasari-Gandawardaya mengisahkan petualangan heroik dua putra Raja Dermis. Dalam bentuk puisi wawacan berbahasa Sunda dan ditulis menggunakan aksara Pegon, naskah ini menyimpan cerita tentang keberanian, penyelamatan, dan penyebaran agama Islam.

Jaka Bayawak: Kisah Panji Bernafaskan Islam dari Tanah Sunda

Manuskrip Jaka Bayawak, yang ditulis dalam bahasa Sunda dan aksara Pegon, adalah sebuah puisi wawacan yang terdiri dari 163 halaman. Naskah ini menceritakan kisah dengan unsur suasana keislaman dengan tokoh-tokoh cerita panji zaman pra-Islam. Kisah epik ini berpusat pada perjalanan dua putra Sri Natawata Madenda, Jaka Bayawak dan Rara Uju, yang terpisah dan saling mencari.

Kisah Cinta dan Perebutan Kekuasaan dalam Wawacan Angling Sari

Wawacan Angling Sari, sebuah manuskrip Sunda beraksara Pegon, mengisahkan tentang intrik kerajaan, cinta terlarang, dan perebutan kekuasaan. Naskah puisi ini ditulis pada tahun 1970 oleh Ibu Wahir di Banjaran, Bandung, dan kini tersimpan di EFEO Bandung. Kisah ini membawa kita ke negeri Pulung Kancana dan Puloseta, tempat Angling Sari berjuang merebut kembali haknya.