Kabar Naskah

Menampilkan informasi manuskrip di Jawa Barat.

Suryakanta

Suryakanta: Kisah Putra Suryaningrat dalam Wawacan Beraksara Pegon

Manuskrip "Suryakanta" mengisahkan petualangan tokoh Suryakanta, putra Suryaningrat dari Ratnawulan. Konflik muncul ketika Ningrum Kusumah, istri Suryaningrat lainnya, diusir karena fitnah Jembawati. Berkat bantuan Syeh Rukman, Ningrum Kusumah menemukan Suryakanta yang diculik raksasa dari Tunjung Karabon. Naskah ini merupakan puisi wawacan berbahasa Sufida, ditulis dalam aksara Pegon dan terdiri dari 182 halaman. Manuskrip ini diperkirakan berasal dari abad ke-19, tepatnya dari Banjaran, Bandung, dengan Bapak Didi dari Kp. Kiaraloa sebagai pemilik asalnya. Saat ini, manuskrip tersebut tersimpan di EFEO Bandung. Kondisi fisik naskah menunjukkan adanya dua jenis kertas dengan tinta hitam yang mulai pudar. Beberapa bagian tulisan kurang kontras, dan beberapa lembar halaman akhir hilang. Ukuran sampulnya 21,5 x 17 cm, halaman 21 x 17 cm, dan tulisan 18,5 x 14 cm. Bagian awal naskah dapat ditelusuri dari kalimat "(...) kakang geus lawas, hanteu nyalu hulu jalma" sedangkan kalimat bagian akhir berbunyi "...ratna ningrum rek nyuduk deui ka budak (...).

Sumber: Ekadjati, Edi S. dan Darsa, Undang A. (1999). Jawa Barat, Koléksi Lima Lembaga: Katalog Induk Naskah Nusantara Jilid 5A. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Manuskrip Lainnya


Wawacan Mangkunagara: Kisah Cinta Terlarang di Tanah Jawa

Manuskrip Wawacan Mangkunagara mengisahkan cinta segitiga yang rumit di kalangan bangsawan Jawa. Radén Panji Krenengpati harus menghadiri pernikahan kekasihnya sendiri, memicu intrik dan huru-hara. Warisan budaya ini menawarkan jendela ke dalam adat, percintaan, dan konflik di masa lalu.

Mi'raj Nabi: Kisah Perjalanan Spiritual dalam Wawacan Sunda

Telusuri kisah perjalanan agung Nabi Muhammad SAW dalam manuskrip Mi'raj Nabi. Ditulis dalam bahasa Sunda dengan aksara Pegon, naskah ini menggambarkan perjalanan spiritual Nabi ke langit, didampingi Malaikat Jibril, untuk menerima perintah shalat lima waktu. Sebuah warisan budaya yang memadukan nilai-nilai Islam dengan kearifan lokal.

Primbon, Mantera, dan Sejarah Raja Jawa dalam Satu Genggaman

Temukan ramuan spiritualitas, kekuatan magis, dan sejarah raja-raja Jawa dalam manuskrip kuno ini. Naskah ini mengungkap warisan budaya yang kaya, menggabungkan kearifan lokal dengan catatan sejarah penting. Sebuah jendela ke masa lalu yang menawarkan pemahaman mendalam tentang tradisi dan kepercayaan masyarakat Jawa dan Sunda.

Kekuatan Spiritual dalam Untaian Doa dan Jampe Sunda Kuno

Temukan warisan spiritual Sunda melalui manuskrip kuno "Kumpulan Doa dan Jampe". Naskah ini berisi untaian doa dan mantra (jampe) dalam bahasa Sunda yang ditulis menggunakan aksara Pegon. Meskipun tidak lengkap karena kerusakan, naskah ini menawarkan sekilas tentang praktik spiritual masyarakat Sunda abad ke-19, khususnya yang berkaitan dengan pertanian.

Kidung Gede: Pesona Ayat-Ayat Penolak Bahaya dari Bandung

Telusuri pesona Kidung Gede, sebuah manuskrip abad ke-20 dari Bandung, yang memadukan bahasa Sunda, Jawa, dan Arab dalam aksara Pegon dan Arab. Naskah ini bukan sekadar kumpulan kata, melainkan juga petunjuk penggunaan kidung sebagai jampe penolak bahaya, dilengkapi dengan ayat-ayat suci Al-Quran yang dikenal sebagai ayat-tujuh.

Ogin Amar Sakti: Kisah Heroik dalam Syair Sunda

Telusuri kisah kepahlawanan Ogin Amar Sakti, tokoh sentral dalam naskah Sunda bernapaskan keislaman. Manuskrip ini menggambarkan transisi dari era pra-Islam menuju masa Islam. Simak deskripsi lengkap dan detail mengenai naskah ini.

Doa dan Mantra: Warisan Spiritual dari Sumedang Abad ke-20

Temukan kekayaan spiritualitas dalam manuskrip "Doa dan Mantra", sebuah warisan berharga dari Sumedang abad ke-20. Naskah ini menghadirkan kombinasi unik antara doa-doa Islami dan mantra-mantra tradisional Sunda. Manuskrip ini menawarkan jendela ke dalam praktik keagamaan dan kepercayaan masyarakat Sunda pada masa lalu.

Kisah Pengembaraan Kanagan Sumpena: Wawacan Sunda Abad ke-20

Telusuri kisah epik Raden Kanagan dan Raden Sumpena, si kembar yatim piatu yang terusir dari kerajaan. Wawacan Sunda ini mengisahkan perjalanan penuh liku, dari pengembaraan yang terlunta-lunta hingga perolehan kesaktian dan penegakan keadilan.