
Manuskrip ini mengisahkan tokoh Panji Wulung yang dilahirkan dalam pengasingan berkat jasa seorang patih, setelah ibunya difitnah oleh selir raja. Dibesarkan oleh sang patih, Panji Wulung tumbuh menjadi pemuda tangguh dan bijaksana. Dalam pengembaraannya, ia berhasil menyelamatkan seorang putri raja dan kemudian menjadi suaminya serta mendapatkan kedudukan terhormat. Setelah kebenaran tentang fitnah ibunya terungkap, Panji Wulung memilih tetap menjadi raja di negeri istrinya, sementara tahta Kerajaan Sokadana diserahkan kepada putra patih sebagai balas jasa. Naskah Wawacan Panji Wulung ini ditulis dalam bahasa Sunda menggunakan aksara Pegon dan berbentuk puisi wawacan. Terdiri dari 180 halaman kertas lokal, dengan ukuran halaman 22 x 17 cm dan ukuran tulisan 18,5 x 13 cm. Naskah ini terdiri dari 27 pupuh. Ditulis dengan tinta hitam pucat yang kurang kontras. Kondisi fisik naskah menunjukkan kertas yang kusam dan kecoklatan, dengan beberapa halaman awal robek dan penjilidan yang longgar. Manuskrip ini diperkirakan dikarang oleh R. H. Muhammad Musa pada abad ke-19 di Garut atas prakarsa K.F. Holle. Naskah ini merupakan salinan dari abad ke-20 yang juga dibuat di Garut. Naskah ini berasal dari Ibu Endah dari Kp. Cipancar, Desa dan Kec. Cidamar, Kab. Garut dan saat ini disimpan di EFEO Bandung. Teks ini diduga dipersembahkan bagi Ratu Belanda (Withelmina).
Sumber: Ekadjati, Edi S. dan Darsa, Undang A. (1999). Jawa Barat, Koléksi Lima Lembaga: Katalog Induk Naskah Nusantara Jilid 5A. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.